Oleh : David Efendi
Ramalan suku Maya tentang berakhirnya semesta yang sangat meramaikan jagat diskusi di berbagai belahan dunia ternyata gagal terlaksana. Beberapa hari sebelum deadline qiamat 2012 harian kompas meliput berita tentang adanya pembaruan kalender suku maya yang ditemukan---sebagai bukti bahwa kelander itu tidak pernah mati dan selalu berganti dengan kalender baru seperti halnya 2012 menjadi kalender 2013.
Ramalan suku Maya tentang berakhirnya semesta yang sangat meramaikan jagat diskusi di berbagai belahan dunia ternyata gagal terlaksana. Beberapa hari sebelum deadline qiamat 2012 harian kompas meliput berita tentang adanya pembaruan kalender suku maya yang ditemukan---sebagai bukti bahwa kelander itu tidak pernah mati dan selalu berganti dengan kalender baru seperti halnya 2012 menjadi kalender 2013.
Batalnya qiamat
menjadi angin seger bagi banyak kalangan termasuk koruptor, mafia kasus, dan
berbagai kelompok predator lainnya yang ada di negeri ini. Sementara bagi anak
alay, cenderung mensikapi dengan berbagai 'kekhasan' termasuk bahkan obrolan
'imajiner' mereka dengan malaikat pada saat berada di alam kubur. Anak-anak
alai atau mewakili generasi 4D atau i-generasi cenderung sangat rilek
menghadapi kehancuran total termasuk terro yang sangat megerikan dalam berbagai
buku cerita tentang siksa kubur. Begitu juga koruptor, mereka sangat rilek
ketika menjadi tersangka bahkan pada saat menjalani penahanan. Inilah irisan
antara kelompok alai muda dengan alai tua.
Qiamat
Gagal, 2013 bakal lebih gila
Itu adalah ungkapan
serius terkait tahun 2013 sebagai tahun politik yaitu persiapan menghadapi
pemilu 2014 yang sudah mulai ditabuh genderangnya. Di tahun 2013 juga ada 10
pilgubenur dan puluhan pilkada bupati/wali kota. Artinya, 2013 bakal lebih
dramatis kegaduhan politiknya. Gilanya, tahun 2013 ini bisa menjadi tahun sial
(an) bagi rakyat kebanyakan akibat dari rasa frustasi kepada pelaku panggung
politik. Wajar saja, Anti-Tank project (sebagai komunitas anti
pemerintahan) menyambut 2013 dengan gambar besarnya dengan tulisan: Butuh
Badut? hubungi senayan! Seperti biasa, karya-karya desain itu selalu menarik
kita lihat di kanan kiri bangjo (trafic light) di Yogyakarta.
Demam qiamat itu
sudah lewat, begitu juga demen Jokowi sehingga harapan 2013 ini masih sangat
sulit untuk membangun optimisme publik. Bisa jadi banyak orang mengharap muncul
berbagai jenis Jokowi di daerah sehingga mampu memberikan tawawan generik untuk
mengobati luka politik atau truma publik atas ketidakpastian kehidupan politik
dan demokratis. Selain mereka menjadi apatis, mereka cenderung menghukum siapa
saja yang ada disekelilingnya dengan berbagai ekpresi kecemasan dan anarkisme.
Lihat saja, kekerasan antar etnis di Lampung, kegalauan dan kekerasan pihak
aparat atas wartawan, perlakuan diskriminatif berbau sara dan perda di
daerah-daerah. Konflik antar iman atau meminjam bahasa najwa shihab, sengketa
iman, melatari babak akhir tahyn 2013 dan artinya akan berlanjut di tahun 2013.
Ada asap selalu akan ditemukan apinya. Jika asap 'qiamat' itu muncul di
penghujung 2012 artinya ada kebakaran di tahun 2013.
Persoalan
pencitraan, misalnya, dianggap sebagai persoalan serius sepanjang kepemimpinan
SBY sejak tahun 2004 silam. Banyak kelompok 'oposisi' menyatakan politik
pencitraan itu merugikan kepentingan publik secara luas karena pemerintah sibuk
membuat image baik dan bekerja keras hanya untuk menyelamatkan nama baik
tersebut. Orang yang simpatik kepada SBY kemudian sebagain besar bergeser dan
berbalik akibat gagalnya politik pencitraan dan terjebaknya dalam kasus
korupsi. Orang lalu berharap tahun 2013 politik pencitraan dapat
dihindarkan tetapi nampaknya itu nyaris tidak mungkin karena tahun 2013 adalah
tahun klimaknya pencitraan untuk merebut simpati dan dukungan publik untuk
kursi legislatif dan eksekutif: RI 1 dan RI 2. Gemuruh dan kegaduhan politik
itu sudah mulai terasa---beberapa demam politik dan beberapa terlihat begitu
menikmati.
2013:
Tahun harapan?
Petanya demikian. DPR
berada di urutan pertama diantara lembaga-lembaga atau institusi yang dipandang
korup, demikian menurut hasil survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi
Syndicate (SSS) di 33 provinsi selama 14-24 Mei 2012 dengan melibatkan 2.192
responden. Sebanyak 47 persen, atau 1.030 responden dari total 2.192
menyebut DPR sebagai lembaga yang paling korup dibandingkan dengan kantor pajak,
kepolisian, dan partai politik.
Lalu, apa yang
bisa diharapkan dari tahun 2013 adalah pertanyaan yang sangat sulit menemukan
jawaban yang memuaskan. Alih-alih menjawab persoalan kesejehteraan, pengentasan
kemiskinan, dan penyediaan lapangan kerja, panggung sandiwara pejabat negara di
yudikatif, eksekutif, dan legislatif saja belum selesai merembug mekanisme
sidang dan etika pejabat. Mereka cenderung melewan hukum, memutar balikan
fakta, bertahan, atau melakukan upaya penghilangan bukti dan seterusnya.
Pilar demokrasi
yang berupa partai politik itu justru menjadi pilar korupsi (Syamsudin Haris,
Kompas 2012), civil society dan media cenderung tersegregasi sebagai bagian
supporter dari kekuasaan itu sendiri. Inilah karakteristik politik aliran yang
masih tersisa di republik ini sebagai konsekuensi masyarakat plural (berbeda
dengan pluralistik). Di Amerika masyarakat tidka tersegregasi demikian karena
hanya ada dua partai politik peserta pemilu yang sudah well established. Jadi,
kita akan berharap kepada siapa dan apa?
Jawaban Ebiet,
"tanyakan pada rumput yang bergoyong" dan "jawabnya ada di
langit," dalam song theme film kartun Dragon Ball versi Indonesia.
Ditulis di KH
Dahlan 103 Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar