Rabu, 02 Mei 2012

Tragedi Bahasa Indonesia: SMS dan Facebook


Oleh : David Efendi

Tulisan ini muncul karena tergelitik oleh fenomena kekacauan bahasa Indonesia yang digunakan oleh anak-anak muda baik di Handphone atau bahasa status, komen dan chating di Facebook. Rasanya semua persoalan ini nampak dramatis bergerak dan massif di dunia maya dan dalam kehidupan sehari-hari. Saya sendiri sering dibuat pusing akibat kesulitan memahami kode-kode bahasa baru ketika menerima sms dari anak kelas 3 SD. Begitu juga anak-anak SMA dan mahasiswa semester awal. Jika tidak ada upaya menghentikan ini, kita takut tragedi bahasa Indonesia akan semakin nyata. Kalau boleh berasumsi mungkin hanya 3% dari perbendaharaan kata yang sudah kita gunakan sehari-hari. Jika ditambah dengan persoalan ini tentu 3% itu sudah akan terancam. 


Beberapa tahun lalu, kasus ini pernah terjadi di Norwegia kemudian ada peraturan pemerintah tentang sanksi penggunaan bahasa yang tidak standar dalam komunikasi. Di Indonesia persoalan ini seola tidak banyak mendapatkan perhatian luas. Dugaan saya, banyak anak-anak muda tidak terampil menggunakan bahasa Indonesia secara baik. Kata-kata yang diungkapkan pun tidak beragam dan monoton bahkan huruf-huruf baku dalam bahasa Indonesia diganti ejakan dan gaya tulisan versi baru. Ini tentu akan memberikan dampak pada kualitas kebiasaan menulis dan membaca para peserta didik dalam jangka panjang.

Ada beberapa contoh kata-kata yang sering dipakai dalam bahasa status dan Sms. Misalnya: kata "Iya" ditulis "Ea," "dan" ditulis "en", kata "masukannya" ditulis dengan "masuxaxa", "maksud" ditulis "maksut", "setuju" diganti "s7" atau "86", dan seterusnya. Kita bisa membayangkan betapa rumitnya kalau itu semua kemudian ditulis dalam bahasa komunikasi ilmiah. Aktifitas menulis sehari-hari dengan kerancauan kata-kata ini jelas lambat laun akan menjadi gaya tersendiri entah itu akan emnjadi popoler, gaul dan keren. Sementara teman-teman yang menggunakan bahasa baku dianggap tidak efektif dan terlalu formal. Di sinilah saya kembali berfikir tentang apakah ini pertanda revolusi komunikasi baru yang diciptakan oleh generasi baru untuk emnciptakan komunikais efektif. Hal ini juga dipicu oleh keterbatasan karakter dalam pesan facebook. Untuk menghemat biaya tentu penyingkatan kata-kata itu perlu. Tetapi kenapa tidak menggunakan singkatan yang sudah baku seperti "dengan" ditulis dengan "dgn", "kerena" ditulis "krn", "sebab" ditulis "sbb", tetapi bahasa sms "karena" diganti "coz" atau "cuz",dan sebagainya. Atau memang harus ada revolusi singkatan/abreviation ini? perlu ada pembaharuan singkatan (shorthening, abreviation).

Gejala serupa juga terjadi di negara dengan berbahasa Inggris atau bahasa lainnya. Bahasa sms identik dengan bahasa pembuatan singkatan, pemendekan, omisi, kapitalisasi (huruf besar) secara acak, dan pencampuran dengan antara huruf dengan angka dan simbul-simbul. Misalnya di wikipedia ada semacam kamus sms (SMS dictionary) yang mencantumkan kata-kata populer sehari-hari seperti tersebut di bawah ini.
As far as I remember =AFAIR;  Love= LUV; Thanks= THNX; Today =2day; Before= B4; Have a nice day =HAND; See you= C U; So what’s your problem? =SWYP; At @; Tears in my eyes TIME; Sealed with a kiss SWAK; Keep it simple, stupid =KISS;  Such a laugh= SAL; At the moment ATM ;Parents are watching= PAW ;Random act of kindness= RAK; Please reply= RSVP; Second SEC; You’re on your own YOYO; As soon as possible =ASAP; Hugs and kisses= HAK or XOXO; dan sebagainya. Begitu juga dalam bahasa Indonesia dengan tingkat kerumitan yang berbeda dari kamus umum populer ini. 

Dalam bentuk kalimat misalnya: "b3N3R juga, DaViD. 4kU 5e7 5aMa P3nDaPaTmU 5ek4RaN9 baH4sA iNd0e5i4 m3NgaLaMi K3MunDuR4N, teRuTaM4 s3TeLaH muNcUL b4H4Sa aL4Y di K4LåN9aN R3Majå m3TroPølitAN. B3TuL eA...? :D" atau yang lebih singkat: "yøi m4s Bro! t3nt4n9 b4HaSa NorW3i tak Gol3kki Sik Yo..". Untuk membaca ini saya membutuhkan waktu 3 kali lipat lebih lama dari membaca dalam bahasa 'normal'nya. Mungkin sebaliknya, bagi yang terbiasa akan lebih cepat 3 kali lipat dibandingkan dengan membaca dengan karakter yang standar EYD (Ejakan yang Disempurnakan) dalam bahasa Indonesia. 

Akibat? (Asumsi)
Mungkin belum banyak peneliti menulis akibat persoalan ini. Sejak beberapa tahun lalu nilai mata pelajaran bahasa Indonesia dalam ujian nasional seringkali menempati posisi yang rendah. Ini terjadi semenjak belum ada tekhnologi hanphone, FB, dan sms. Ketika bermucnulan perangkat tekhnologi prestasi bahasa Indonesia ini tidak berkunjung membaik bahkan dirasakan memburuk. Mungkin data perlu ditunjukkan dengan mengetahui semua nilai mata peajaran bahasa Indonesia di ujian ansional lalu dikomparasikan dengan mata pelajaran lainnya. Asumsi saya, kerancauan bahasa SMS ini turut mempengaruhi kecepatan membaca dan ketelatenen. Ketika orang terbiasa membaca kata singkat lalu membaca kata baku dalam soal-soal ujian maka berpengaruh pada kelelahan yang terlalu cepat. 

Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran dengan nilai paling rendah pada ujian nasional SMA/SMK 2010. Di Surabaya, sebanyak 230 siswa kelas XII SMA gagal dalam UN. Dari jumlah itu 110 siswa harus mengulang mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sementara siswa SMK, sebanyak 897 dari 1.297 siswa SMK harus mengulang UN pada mata pelajaran Bahasa Indonesia (Kompas, 28/4/10). Seperti yang dilaporkan oleh Kompas bahwa dilihat nilai rata-rata siswa, Bahasa Indonesia umumnya menjadi mata pelajaran dengan nilai terendah. Nilai rata-rata UN Bahasa Indonesia siswa SMA/MA jurusan IPA se-Jawa Timur hanya 7,54, sementara nilai Matematika umumnya tinggi rata-rata 8,60. Kasus ini hanya sample tetapi kecenderungan secara nasional memang demikian.

Pada tahun 2011 Majalah Tempo melaporkan fakta bahwa rata-rata nilai akhir ujian nasional sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) mata pelajaran bahasa Indonesia berada di urutan terakhir. Dibanding mata pelajaran lainnya, rata-rata nilai bahasa Indonesia terbawah, yaitu 7,49 dengan nilai terendah tak sampai 1,00 hanya 0,80 dan tertinggi 9,90. Angka itu lebih rendah dibanding rata-rata nilai mata pelajaran matematika, yaitu 7,50, dengan nilai terendah 0,80 dan nilai tertinggi mencapai nilai sempurna, 10,00. Adapun mata pelajaran IPA, rata-rata nilainya 7,60 dengan nilai terendah 1,00 dan tertinggi 10,00. Sementara itu, nilai rata-rata bahasa Inggris justru di peringkat teratas, berselisih 0,16 angka dari bahasa Indonesia, yaitu 7,65 dengan nilai terendah 0,90 dan nilai penuh untuk nilai tertinggi.

Tidak hanya itu, harian Umum Haluan Riau 3 Mei 2010 menyebutkan bahwa dalam catatan Data Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas, dari total 1.522.162 peserta UN SMA/MA 2010, sebanyak 154.079 siswa harus mengulang karena tak lulus Bahasa Indonesia (dikutip dari sebuah opini di Kompasiana.com).

Jika melihat data yang diberitakan Kompas, jelas bahwa Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran UN yang dianggap paling jeblok dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Jebloknya mata pelajaran Bahasa Indonesia perlu dievaluasi, sebenarnya yang salah siapa? Betulkah soalnya sangat sulit, ataukah siswanya sendiri yang menganggap enteng Bahasa Indonesia? Apakah guru Bahasa Indonesia yang salah dalam menyampaikan materi, kurikulumnya? Ataukah sistem pendidikan hingga menjadikan nilai UN Bahasa Indonesia di Jawa Timur terperosok? (Susilo Mansurudin, 2010).

Menteri Pendidikan membuat kesimpulan penyebab ini semua adalah karena siswa dituntut mendalami makna dan menjawab cepat dalam ujian bahasa Indonesia, sementara banyak kemiripan dalam pilihan jawaban yang tersedia. Sementara menurut Mansyur Ramli, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, hal ini lebih disebabkan  siswa kurang piawai membaca cepat sedangkan mayoritas soal diawali dengan soal bacaan. Saya sendiri mencurigai salah satu faktor adalah kekacauan praktik bahasa Indonesia dalam tulisan dan percakapan sehari-hari.

Catatan Kaki
Persoalan ini layak menjadi perhatian bagi negara, orang tua, guru, murid, dan peserta didik untuk mengantisipasi tragedi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mempunyai kekayaan kata-kata yang luar biasa namun karena kemalasan menggunakan kata-kata etrsebut maka makna percakapan dan ungkapan sehari-hari menjadi sangat monoton dan tidak berkembang. Pilihan kata yang menarik diganti dengan sandi-sandi baru yang diciptakan oleh sekelompok anak muda yang memang mencari sesuatu yang sensasional. Namun demikian, perlu ada riset mendalam mengenai pengaruh "budaya Pol" atau bahasa gaul dalam tradisi menulis sms dan status FB terhadap tradisi membaca dan menulis di kalangan anak muda, juga terhadap kemampuan menjawab masalah dalam ujian bahasa Indonesia. Wallahu alam.

Sumber:
1. http://www.sunan-ampel.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=566%3Abahasa-indonesia-terendah-salah-siapa&catid=79%3Apendidik.
2. http://www.tempo.co/read/news/2011/06/04/079338577/Nilai-Bahasa-Indonesia-Ujian-Nasional-SMPMTs-Hancur.
3. http://en.wikipedia.org/wiki/SMS_language.
4. http://www.youtube.com/watch?v=srzxgnGroO8.
5.http://nasional.kompas.com/read/2008/05/18/18493818/rendah.minat.mempelajari.bahasa.indonesia.
6.http://edukasi.kompas.com/read/2011/06/08/08303240/Mengapa.Nilai.UN.Bahasa.Indonesia.Rendah
7.http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/18/mau-nilai-un-bahasa-indonesia-lebih-baik-ajak-para-guru-bahasa-indonesia-dolan-ke kompasiana/
8.http://nasional.kompas.com/read/2008/10/30/21492391/Tinggi.Minat.Asing.Belajar.Bahasa.Indonesia
9.http://edukasi.kompas.com/read/2011/05/24/1331355/Bahasa.Indonesia.Dinilai.Terlalu.Sulit.
10.http://sawali.info/2011/06/13/fenomena-nilai-un-bahasa-indonesia-smp-tahun-2011/

Honolulu, April 29 2012