Sabtu, 17 Desember 2011

Busyro dan 'Orang Baik'

Oleh : Dr. Zaim Uchrowi


Jauh dari menggebu, mengesankan pendiam, dan tak bersosok yang dianggap gagah. Itulah Busyro Muqodas. Nama yang baru dikenal luas oleh publik setahun terakhir.  Tepatnya setelah ia memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Para pemerhati hukum tentu sudah mengenalnya lebih lama.

"Seorang baik-baik," begitu kesan sekilas sosok ini. Seorang yang bersih dan tak mengambil keuntungan  buat diri sendiri. Juga bukan pula sosok garang dan siap 'melumat' koruptor sehancur-hancurnya sebagaimana dikesankan ada pada diri Abdullah Hehamahua. Ini nama salah seorang kandidat pimpinan KPK yang paling tidak diinginkan DPR.

Karena karakter 'baik-baik'-nya itu Busyro diterima semua pihak buat menjadi  ketua KPK pengganti  sebelumnya yang bermasalah. Orang-orang tak mengharapkan Busyro membuat gebrakan. Tidak juga menuntutnya mampu membongkar kasus-kasus besar.  Cukuplah Busyro dapat melanjutkan pekerjaan KPK yang sudah berjalan. Lalu, memperbaikinya tahap demi tahap.  Semua akan bahagia bila itu terjadi.

Yang terjadi ternyata tak seperti itu. Setahun memimpin KPK, Busyro menangguk hasil besar pula.  Sosok kuat di partai terkuat dan sedang berkuasa berhasil dijeratnya.  Siapa lagi kalau bukan Nazaruddin, bendahara Partai Demokrat. Lingkaran kekuatan yang melindungi sosok itu berhasil diurainya satu persatu. Nunun Nurbaety, buron KPK selama dua tahun, dapat pula dibawanya pulang dari Thailand.

Apakah semua itu merupakan hasil dari kehebatan Ketua KPK yang 'baik-baik' ini? Tampaknya bukan.  Busyro punya banyak kelebihan. Namun, dia sendiri pasti enggan untuk disebut hebat.  Yang benar adalah bahwa ia 'orang baik'. Bukan 'orang baik-baik'.  Seperti disebut dalam petuah pada anak-anak, "orang baik disayang Tuhan". Itu yang terjadi padanya.

Jalan Busyro dalam memimpin KPK dipermudah oleh Allah. Berbagai penghalang  yang menghambatnya tersingkirkan oleh kelurusan hatinya.  Pihak-pihak yang menginginkannya tidak dapat efektif bekerja menjadi tidak berdaya sendiri.  Hasilnya, koruptor makin sulit untuk berkelit. Keadaan yang tentu tak disukai oleh yang gemar korupsi.  Jangankan mereka, DPR pun kurang suka padanya. Maka, Abraham Samad dipilih jadi ketua KPK yang baru.

Tak cukup disebut baik bila hanya untuk diri sendiri. Baik adalah bila juga dapat diwariskan ke generasi seterusnya. Untuk konteks KPK adalah bila Busyro mampu mewariskan kebaikan kepemimpinannya di KPK kepada Samad.  Termasuk kesederhanaan dan kerendahhatiannya.  Itulah kekuatan hati yang akan membimbing seseorang untuk selalu berada di jalan benar.

Kekuatan hati  itu yang diperlukan bangsa ini.  Bangsa ini perlu pemimpin yang mampu menjaga hatinya untuk tetap bening hingga berkah tercurah dari langit pada diri, keluarga, serta lingkungannya.  Busyro sudah menunjukkan itu di lingkungan KPK.  Semestinya itu juga dapat terjadi di lembaga manapun, termasuk di institusi besar bernama Republik Indonesia ini.  Untuk memiliki kekuatan hati, caranya sederhana: Mari menjadi orang baik!

KPK beruntung punya 'orang baik' seperti Busyro. Juga tiga 'orang baik' lainnya. Yang lebih beruntung adalah Abraham Samad.  Tak banyak 'orang hebat' sepertinya yang mendapat kesempatan memimpin tim 'orang baik'.  Yang diperlukan Ketua KPK pengganti Busyro sekarang  ini hanya belajar menjadi 'orang baik' seperti empat senior yang dipimpinnya.

Bila itu terwujud KPK akan benar-benar menjadi institusi penuh berkah buat Indonesia. Sebab, sekali lagi, "orang baik (bukan 'baik-baik') disayang Tuhan".


Sumber : Resonansi Repuplika, 16 Desember 2011

Tidak ada komentar: